Pada
masa pergerakan nasional Indonesia
ada dua momentum sejarah yang paling mendasar. Pertama, munculnya gerakan Perhimpunan Indonesia di Belanda.
Perhimpunan Indonesia
merupakan organisasi yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia dengan melakukan aksi
nasional dan percaya pada kekuatan sendiri, serta merupakan gerakan yang
membangkitkan tujuan dan cita-cita untuk menentang imperialisme dan
kolonialisme. Kedua, munculnya Sumpah
Pemuda yang merupakan kristalisasi dari seluruh aspirasi dan cita-cita
masyarakat Indonesia
masa itu untuk bersatu memerdekakan diri dari penjajah.
Sejak
tahun 1908 mulai berdiri dan berkembang organisasi-organisasi modern di
Indonesia baik yang bersifat politik, ekonomi, maupun sosial dan kebudayaan.
1. Budi Utomo (BU)
Pada tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dkk. mendirikan perkumpulan bernama
Budi Utomo di Jakarta. Kongres pertama pada Oktober 1908 memilih Adipati Tirtokusumo
(seorang bupati) sebagai ketua dan Dr, Wahidin Sudirohusodo sebagai wakil
ketua.
Budi Utomo mencanangkan pedoman, yaitu pemuda menjadi motornya dan
orangtua menjadi sopirnya. Tujuan dari pergerakan Budi Utomo yaitu untuk
menjamin dan mempertahankan kehidupan bangsa yang terhormat.
Jika dilihat dari keanggotaannya, perkumpulsn ini bersifat kedaerahan,
namun juga dapat dikatakan bersifat nasional.Hal ini dibuktikan dengan
partisipasi Budi Utomo ketika berdirinya partai-partai politik. Gerakan
nasional Budi Utomo semakin jelas dengan diubahnya nama Budi Utomo menjadi Budi
Utama dan terlihat dengan jelas tujuannya sejak tahun 1928 ikut serta
melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia.
Selanjutnya, Budi Utomo mengadakan integrasi seasas dan sehaluan dan kemudian
bergabung dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) menjadi Parindra (Partai
Indonesia Raya).
2. Perhimpunan Indonesia (PI)
Pada tahun 1908, para pemuda Indonesia di Belanda mendirikan
perkumpulan bernama Indische Vereeniging yang bersifat sosial dengan tujuan
awal untuk mensejahterakan anggotanya yang ada di Belanda. Kedatangan Suwardi
Suryaningrat dkk, membawa pengaruh besar kepada perkumpulan ini.
Tahun 1922, Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesiche
Vereeniging (Perhimpunan Indonesia).
Tujuannya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang dilakukan dengan
cara melaksanakan aksi nasional dan percaya pada kekuatan sendiri.
Propaganda PI di Belanda dilakukan secara aktif, salah satunya
menghadiri kongres internasional pada tahun 1926-1927, seperti :
·
Kongres Demokrat Internasional di Bierville
(1926)
·
Kongres Liga Melawan Imperialisme dan Penindasan
di Brussel (1927)
Aktivitas PI dihubungkan dengan pemberontakan PKI tahun 1926-1927
sehingga para pemimpinnya ditangkapdan diajukan ke pengadilan. Karena tidak
terbukti bersalah, pada tahun 1928 mereka dibebaskan.
3. Sarekat Islam
Pada tahun 1911 di Solo muncul perkumpulan dagang Islam bernama Sarekat
Dagang Islam (SDI) dengan Haji Samanhudi sebagai pemimpin. Kemudian, seorang
intelektual dari Surabaya,
Haji Oman Said (HOS) Cokroaminoto sebagai promotornya mengubah SDI menjadi
Sarekat Islam pada tahun 1912. Perubahan itu berpengaruh pada sistem
keanggotaannya, anggotanya bukan hanya pedagang Islam, namun mencakup seluruh
umat Islam dari berbagai lapisan masyarakat.
Pengaruh pergerakan Sarekat Islam di masyarakat menyebar ke seluruh
wilayah Indonesia
sehingga menimbulkan pemberontakan, seperti :
·
Pemberontakan di Toli-Toli (Sulawesi Selatan); menimbulkan
korban jiwa, seorang pegawai Belanda dan beberapa orang pegawai bangsa Indonesia.
Pemberontakan dihubungkan dengan kedatangan Abdul Muis ke Sulawesi
untuk keperluan partai, sehingga ia dituduh terlibat pemberontakan.
·
Pemberontakan Cimareme (Jawa Barat); terjadi
karena protes kaum petani yang menolak menyerahkan padinya kepada pemerintah
dengan harga yang ditetapkan. Sarekat Islam dituduh terlibat dalam
pemberontakan itu.
Berdirinya PKI yang diketuai Semaun tahun 1920 membahayakan
perkembangan Sarekat Islam, karena jabatannya juga sebagai Ketua Sarekat Islam
cabang Semarang. Karena itu, tahun 1921, Sarekat Islam mengeluarkan peraturan
disiplin organisasi yang melarang semua anggotanya menjadi anggota organisasi
lain. Karena protes dari Semaun atas larangan tersebut, akhirnya Sarekat Islam
pecah menjadi Sarekat Islam Putih, dipimpin HOS Cokroaminoto dan Sarekat Islam
Merah, dipimpin Semaun.
Tahun 1929, Sarekat Islam berubah menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Setelahnya, banyak anggota yang keluar dari organisasi itu.
Sarekat Islam mengambil langkag dan taktik nonkooperasi kepada pemerintah
kolonial Belanda.
Pada tahun 1930, Sarekat Islam mengalami kemerosotan dan pecah menjadi
tiga partai yaitu PSII kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII. Aktivitas partai
ini berhenti setelah pendudukan Jepang.
4. Indische Partij
Indische Partij didirikan tahun 1912 oleh Douwes Dekker, Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat dengan semboyannya Hindia for Hindia, yang berarti Indonesia (Hindia) hanya
diperuntukkan bagi orang-orang yang menetap dan tinggal di Indonesia tanpa
memandang jenis bangsanya.
Tujuan partai ini, untuk mempersiapkan kehidupan bangsa Indonesia yang merdeka dan anggotanya terbuka
bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia. Namun, partai ini tidak
dapat berkembang menjadi partai massa karena
stelsel colonial menjadi penghalang dalam proses interaksi dan pergaulan dengan
orang-orang asing di Indonesia.
Indische Partij menunjukkan garis politiknya dengan jelas dan tegas
serta menginginkan suatu kesatuan penduduk yang multirasial. Partai ini banyak
mengkritik dan mengecam pemerintahan kolonial Belanda sehingga menyebabkan
ketiga pendirinya ditangkap dan diasingkan ke Belanda tahun 1913.
Pada tahun 1914, Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan Douwes Dekker dikembalikan ke Indonesia tahun 1919. Douwes Dekker
tetap terjun ke dunia politik sedangkan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara) beralih ke dunia pendidikan dan selanjutnya mendirikan Taman Siswa.
Walaupun Indische Partij tidak dapat melawan kehendak Belanda, namun
perjuangannya tetap memiliki arti besar dalam pergerakan kebangsaan Indonesia untuk
mencapai Kemerdekaan.
5. Partai Komunis Indonesia (PKI)
PKI (Partai Komunis Indonesia) dipelopori dari ISDV (Indische Social
Demokratische Vereeniging) yang didirikan oleh Sneevliet (pegawai Belanda
berpaham komunis) dan Semaun (ketua Sarekat Islam di Semarang) pada tahun 1914
yang berpusat di Semarang. ISDV kemudian berkembang dan mempengaruhi
anggota-anggota Sarekat Islam singga akhirnya Sarekat Islam pecah menjadi
Sarekat Islam Putih (dipimpin HOS Cokroaminoto) dan Sarekat Islam Merah (dipimpin
Semaun).
Pada Tahun 1920, Sarekat Islam Merah bergabung dengan ISDV dan
membentuk PKI yang diketuai Semaun dan wakilnya Darsono. Tetapi beberapa tokoh
Belanda yang tidak menyetujui berdirinya PKI, memisahkan diri dan membentuk
ISDP (Indische Social Demokratische Party) dan diketuai F. Bahler.
Hubungan PKI dan pemerintah Belanda semakin buruk sebagai akibat dari
pemogokan-pemogokan yang mengarah pada masalah timbulnya konflik antara
pemerintah Belanda dan PNI. Pada tahun1926, PKI melakukan pemberontakan di Jawa
Barat dan tahun 1927 di Sumatera Barat. Dengan kegagalan pemberontakan PKI
tersebut, pada tahun 1927 pemerintah kolonial Belanda menyatakan PKI sebagai
partai terlarang.
6. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Pada tahun 1927, PNI didirikan oleh Ir. Soekarno, Dr. Cipto
Mangunkusumo, Ir. Anwari, Sartono Sh, Budiarto SH, dan Dr. Samsi. PNI yang
bersifat nasional mengalami perkembangan pesat, dan dalam waktu singkat
berhasil menarik perhatian serta simpati massa.
Tahun 1927, PNI memprakarsai perdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia)
ysng merupakan badan koordinasi bermacam aliran untuk menggalang kesatuan
melawan penjajahan.
Munculnya berita provokatif, bahwa PNI akan melakukan pemberontakan,
mengakibatkan pemerintah Belanda menangkap para pimpinan PNI, yaitu Ir.
Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Suriadinata yang kemudian dihadapkan
pada pengadilan di Bandung tahun 1930. pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman
penjara pada keempat tokoh tersebut.
Dasar perjuangan PNI adalah sosio-nasionalis dan sosio-demokratis
(Marhaenisme) serta bersikap nonkooperatif terhadap Belanda seperti halnya
prinsip perjuangan PI di Belanda.
7. Partai Indonesia (Partindo)
Karena para pemimpin PNI ditangkap, pimpinan partai dipegang Sartono
SH. Namun, Sartono menghawatirkan kelanjutan dan perkembangan PNI. Ia khawatir
jika PNI dianggap sebagai partai terlarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya
demi keselamatan, PNI dibubarkan dan berdiri partai baru yaitu Partai Indonesia
(Partindo). Namun, anggota PNI yang tidak setuju dengan pembubaran, membentuk
partai lain bernama PNI Pendidikan.
Setelah Ir.Soekarno dibebaskan tahun 1931, ia memilih Partindo.
Hadirnya Ir. Soekarno membangkitkan semangat juang anggota Partindo dan
menghawatirkan pemerintah Belanda. Ir.Soekarno ditangkap lagi dan diasingkan ke
Ende (Flores), kemudian dipindahkan ke Bengkulu tahun 1937 dan dibebaskan
Jepang tahun 1943.
8. Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Pendidikan)
Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran PNI, membentuk Pendidikan
Nasional Indonesia (PNI Pendidikan) yang dipimpin Drs. Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir dan berpusat di Bandung.
Prinsip perjuangannya adalah berpegang teguh pada prinsip non kooperatif dan
model perjuangannya sama dengan yang pernah dilakukan PI, PNI, dan Partindo.
Karena gerakan partai ini dianggap membahayakan kedudukan Belanda, para
pemimpinnya ditangkap dan dibuang ke digul pada tahun 1934. Tahun 1936, mereka
dipindahkan ke Belanda, kemudian ke Sukabumi tahun 1942 hingga datangnya
Jepang.
9. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Cikal bakal Parindra adalah Indische Studie Club di Surabaya yang
dipimpin Dr. Sutomo. Pada tahun 1931, perkumpulan itu diubah menjadi Partai
Bangsa Indonesia (PBI) dengan tujuan perjuangannya untuk menyempurnakan derajat
bangsa Indonesia
dengan melakukan hal nyata dan dapat dirasakan oleh rakyat.
Kemudian pada tahun 1935, PBI dan Budi Utomo bergabung dan selanjutnya
membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra) yang bertujuan untuk mencapai
Indonesia Raya dengan diketuai Dr. Sutomo dan berpusat di Surabaya.
Perkembangan selanjutnya, banyak organisasi yang bergabung dengan
Parindra, seperti Serekat Sumatera, Serekat Ambon, dsb. Taktik perjuangannya
adalah kooperatif yang insidental (bekerja sama dengan pemerintah colonial
Belanda) yang ternyata menguntungkan bangsa dan pergerakan nasional Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar